Minggu, 16 Oktober 2016

Mengenai cerita di balik sosok naga yang berperan tokoh di dalam kitab pustaka ini.


Naga adalah salah satu dari kumpulan makhluk mitologi yang berasal dari daratan di seluruh benua di bumi ini, mulai dari timur hingga barat. Ada naga dari dunia orang barat yang digambarkan sebagai monster haus darah yang jahat dan sering menjadi sasaran perburuan para ksatria mitologi. Naga Tionghoa dikenal sebagai makhluk mitologi yang bernilai sakral dan superstisius, terbedakan dari naga orang barat. Naga Tionghoa juga menjadi salah satu dari 12 simbol zodiak atau Shio dalam sistem horoskop dan astrologi orang Tionghoa.

Naga Tionghoa jika berwujud dewata seringkali dimunculkan sebagai sosok rajanaga penguasa samudera dalam kepercayaan orang Tionghoa. Dalam kontekstual Buddhisme, naga sendiri adalah makhluk supernatural mirip ular yang seringkali ditampilkan dalam kitab – kitab Sutra Buddha sebagai hadirin dalam khotbah ajaran yang diselenggarakan oleh sang Buddha. Sosok naga dan juga rajanaga untuk kontekstual Buddhisme berbeda dengan kontekstual kepercayaan orang Tionghoa, sebagaimana para rajanaga berasal dari tempat dimana sang Buddha dan Buddhisme pertama kalinya muncul ke dunia, yaitu India.

Berbicara soal naga, khususnya naga Tionghoa adalah sebuah hal yang sangat sensitif dalam kehidupan saya. Bagi saya, naga Tionghoa memiliki banyak kesan yang intim dalam kehidupan pribadi saya. Saya tentunya tidak bershio naga hanya untuk menulis kitab pustaka ini dan mengupas habis – habisan soal imajinasi saya tentang naga Tionghoa dan naga lainnya dari Bali. Saya hanya bershio kambing dan tentunya kambing sangat sederhana sekaligus tak ada apa – apanya dibandingkan shio lainnya. Namun saya seringkali gemar membayangkan diri saya sebagai naga Tionghoa dengan segala ekspresinya yang keren dan berkilauan. Itulah yang menjadi sebuah gagasan terciptanya kitab pustaka ini. Saya juga menulis buku – buku novel lainnya yang menjadikan naga Tionghoa sebagai fitur khas dalam alur ceritanya.

Namun kitab pustaka inilah yang merupakan karya terbesar saya di atas dari semuanya. Saya menggunakan karakter naga sebagai model personifikasi para pelaku dalam kitab pustaka ini. Alasan yang jelas dan berkata – kata tidak bisa saya ungkapkan karena sebenarnya ide ini datang dengan cara yang abstrak dan tak terungkapkan. Saya berusaha untuk tidak sekalipun mengaitkan hal ini dengan peristiwa – peristiwa gelap yang pernah terjadi dalam keluarga saya, yang mana itu berhubungan dengan naga. Namun satu hal yang mungkin bisa saya ungkapkan adalah jika naga itu memiliki simbol supremasi yang sangat besar, baik itu yang bernilai positif atau negatif. Jika saya bisa mengangkat hanya untuk sisi positifnya saja, maka saya bisa menggunakannya sebagai roda untuk memutar ajaran Dharma yang pernah saya dalami dalam bentuk cerita – cerita sastra.

Hal itu juga berlaku dalam kehidupan manusia khususnya orang Tionghoa di manapun itu, yang mana orang – orang yang bershio naga cenderung dinilai dan dianggap memiliki potensi lahir batin yang lebih unggul dari orang bershio lainnya. Mereka yang bershio naga juga cenderung lebih dominan dalam banyak hal, khususnya yang sudah dibekali dengan nasib baik sejak lahir. Orang bershio kambing seperti saya tidaklah notabene, meskipun mereka mungkin jauh lebih berpotensi. Namun itu bukanlah sebuah hal yang menggusarkan, karena itu hanyalah superstisi kaum Tionghoa seperti saya. Saya percaya dengan diri saya dan tak pernah meragukan kekuatan batiniah saya yang mungkin tampak membodohi orang - orang.

Ini mungkin terdengar agak konyol, namun ini juga adalah sebuah kejujuran yang harus saya beberkan. Saya memang memiliki kekaguman yang besar terhadap orang – orang bershio naga di sekitar saya, khususnya sejak masa sekolah dulu. Tapi sayangnya saya selalu menemukan orang – orang itu banyakan tidak seperti yang diyakini dalam superstisi nan kolot. Banyakan dari mereka bahkan lebih susah dan menderita hidupnya dari saya. Banyakan juga bukan orang yang baik – baik alias orang yang jahat. Namun saya juga melihat bagaimana ketegaran mereka dalam menghadapi hidup. Mungkin ungkapan tentang sesuatu yang besar pasti didampingi dengan resiko yang besar itu memang benar. Bukankah simbol naga merupakan simbol yang terbesar dan paling diperhitungkan dalam superstisi orang Tionghoa?


Sebenarnya hanya itulah yang bisa saya ungkapkan dalam penuturan tentang naga ini. Selebihnya masih butuh waktu dan pemikiran yang lama untuk bisa menemukan titik – titik terang lainnya. Membahas tentang hal ini secara gamblang adalah hal yang tersulit karena banyakan saya kurang memperhatikannya dan hanya membiarkan inti perasaan saya saja yang memahaminya dalam bentuk abstrak. Karena saya pikir orang – orang tak perlu tahu kenapa kitab pustaka ini memiliki karakter naga sebagai tokoh ceritanya. Tapi untuk kali ini saya membiarkan kejujuran itu menang dan membuatku kesulitan dalam menerangkan semuanya. Mungkin hanya itulah yang bisa saya sampaikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar